Nama bahasa “Rote” diambil dari nama pulau yang memiliki
variasi Roti, Rotti, dan Lote. Istilah “Roti” digunakan oleh para peneliti luar
yang berbahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris, fonem /e/ diucapkan [i], sehingga
ortografi bahasa Indonesia menggunakan istilah “Rote” sedangkan bahasa Inggris
menggunakan “Roti”. Istilah “Rotti” dimana terdapat fonem /t/ ganda mengikuti
sistem penulisan bahasa Belanda, yakni “Rottineesche” yang dalam bahasa Inggris
“Rotinese”. Bagi masyarakat Rote, hanya terdapat dua variasi, yakni “Rote” dan
“Lote”. Bagi daerah di Rote yang ciri linguistiknya menggunakan bunyi [r], maka
penutur dari daerah tersebut mengucapkan “Rote”, sedangkan daerah yang memiliki
ciri linguistik [l], maka mengucapkan “Lote”. Fox (1997 : 93) mencatat tiga
ungkapan ritual (syair) untuk nama Rote, yakni (1) Lote do Kale yang diperjelas lagi menjadi Lote lolo ei ma Kale ifa lima, (2) Lino do Nes yang diungkapkan dengan istilah Lote nes do Kale Lino. Ungkapan lain bagi nama Rote yang telah
dilupakan adalah Ingu manasongo nitu ma
Nusa manatangu mula. Sebagaimana bahasa Rote yang memiliki keunikan
tersendiri dalam sastranya, setiap daerah (nusak)
memiliki ungkapan ritual. Misalnya, nusak
Oepao disebut dengan Fai fua do Ledo sou,
Diu disebut Diu dulu ma Kana langa,
Dela disebut Dela muri ma Ana iko,
Tii disebut Tada muri ma Lene kona,
dan masih banyak ungkapan lainnya. Berdasarkan sejarah budaya Rote dalam syair,
dipercaya bahwa bagian timur Rote menjadi “kepala” dan bagian barat menjadi
“ekor”, dan samping utara dan selatan menjadi “sayap”. Artinya, dari bagian timur
hingga barat merupakan satu kesatuan tubuh yang tidak terpisahkan. Hal ini juga
yang kemudian menjadi filosofi budaya Rote yang diangkat oleh pemerintah
Kabupaten Rote-Ndao pada lambang kabupaten dengan semboyan Ita Esa yang berarti ‘kita adalah satu kesatuan’.
No comments:
Post a Comment