Sunday, June 21, 2015

Menjelajahi Paralelisme Semantik Rote
dalam Karya Prof. James J. Fox


Satu lagi karya Prof. James J. Fox yang cukup spektakuler tentang bahasa dan budaya Rote, yaitu buku berjudul Explorations in Semantic Parallelism. Buku yang baru saja diterbitkan oleh The Australian National University, Australia pada bulan Juli 2014 ini memuat seluruh hasil karya Prof. Fox yang bertemakan paralelisme semantik dalam bahasa ritual Rote. Sebanyak 14 makalah akademik khusus tentang paralelisme semantik Rote, yang pernah diterbitkan oleh berbagai penerbit internasional, dikompilasi dalam buku ini. Penjelajahan Prof. Fox tentang paralelisme semantik sepanjang karier akademiknya di bidang Antropologi Budaya selama 40 tahun ditampilkan dalam buku ini. Tidak hanya itu, beberapa artikel lain yang di dalamnya menyinggung karakteristik budaya Rote melalui bahasa sastra ini pun disertakan. Di akhir dari buku setebal lebih dari 400 halaman ini, Prof. Fox menguraikan aktivitas riset terbarunya mengenai syair-syair dari berbagai daerah di Rote.
Karya-karya yang secara khusus membahas paralelisme semantik dalam bahasa ritual Rote adalah sebagai berikut (diurut berdasarkan tahun terbit).
1971 ‘Semantic parallelism in Rotinese ritual language’
1974 ‘Our ancestors spoke in pairs”: Rotinese views of language, dialect and code’
1975 ‘On binary categories and primary symbols: some Rotinese perspectives’
1977 ‘Roman Jakobson and the comparative study of parallelism’
1997 ‘Genealogies of the sun and moon: interpreting the canon of Rotinese ritual chants’,
1982 ‘The Rotinese Chotbah as a linguistic performance’,
1983 ‘Adam and Eve on the island of Roti: a conflation of oral and written traditions’
1988 ‘“Manu Kama’s road, Tepa Nilu’s path”: theme, narrative and formula in Rotinese
1989 ‘To the aroma of the name: the celebration of a Rotinese ritual of rock and tree’
1989 ‘Category and complement: binary ideologies and the organization of dualism in eastern Indonesia’,
2003 ‘Admonitions of the ancestors: giving voice to the deceased in Rotinese mortuary rituals’,
2006 ‘Genealogy and topogeny: Towards an ethnography of Rotinese ritual place names’.
2008 ‘Blutrote Hirse. Eine locale Ursprungserzählung von der Insel Roti’ (Blood-red millet: an origin narrative’),
2010 ‘Exploring oral formulaic language: a five poet analysis’

Selain karya-karya khusus di atas, Prof. Fox juga menghadirkan satu tulisan baru yang menguraikan bahasa ritual Rote yang digunakan dalam ibadah-ibadah Kristen, yaitu The appropriation of Biblical knowledge in the creation of new narratives of origin. Karya lain yang mengulas teori paralelisme semantik dengan sajian data-data menarik dari Rote dalam artikelnya berjudul, Roman Jacobson and the comparative study of parallelism (1977) juga dimuat dalam bagian awal buku ini. Untuk memberi pemahaman yang lebih komprehensif dan mutakhir tentang perkembangan konsep paralelisme semantik dalam karya-karyanya, Prof. Fox merangkumnya dalam satu bagian yang diberi judul Trajectories in the continuing study of parallelism. Kegiatan riset terhadap kekhasan bahasa ritual Rote ternyata belum seluruhnya terungkap dalam karya-karya di atas. Hal ini dijelaskan dalam bagian akhir yang berjudul Present and future research. Karya-karya dalam buku ini sekaligus memetakan tidak hanya perkembangan kajian antropologis tentang Rote, tapi juga hasil pemikirannya tentang teori paralelisme pada umumnya, dan tradisi Rote pada khususnya.
Sepintas, buku ini berisi tulisan-tulisan yang tidak asing lagi bagi pecinta bahasa dan budaya, khususnya Rote, yang nota bene sering mengikuti perkembangan kajian antropologis tentang Rote. Namun, kompilasi tulisan ini seakan merupakan sebuah pertanda bahwa budaya Rote melalui bahasa ritualnya telah memiliki pengaruh dalam dunia akademis sejak lama. Jika artikel-artikel tersebut selama ini diperoleh atau dibaca dalam karya terbitan yang terpisah, kini semuanya ada di tangan pembaca dalam satu buku saja. Kekhasan bahasa ritual Rote yang sering diperoleh dan dipahami secara terpotong-potong, kini dengan mudah ditarik benang merah dari satu tulisan ke tulisan lainnya. Keterkaitan antara tulisan-tulisan itu pun dengan mudah bisa dilacak.
Agar dengan mudah mengikuti dan memahami isi buku tersebut, Prof. Fox membaginya menjadi tiga kelompok besar. Kelompok pertama, comparative issues, memuat delapan tulisan yang menguraikan berbagai hal secara umum mengenai paralelisme, yang didahului dengan uraian tentang teori paralelisme semantik cetusan Roman Jacobson. Kemudian, diikuti oleh bagian yang memuat rangkumannya mengenai studi paralelisme yang berkembang hingga saat ini, sekaligus memperlihatkan kajian mutakhir tentang studi perbandingan paralelisme. Selanjutnya, lima tulisan lainnya membahas secara khusus hal-ikhwal paralelisme semantik bahasa ritual Rote dalam berbagai bentuk dan makna yang sangat fundamental, baik dalam konteks sosial, linguistik, maupun historis. Kelompok kedua, traditional oral canon, menampilkan enam tulisan yang menguraikan tentang konvensi atau aturan-aturan lisan dalam tradisi Rote yang ditemukan hanya dalam bahasa ritual. Inilah kekayaan budaya Rote yang menggelitik hati Prof. Fox hingga menghabiskan waktunya selama beberapa dekade sejak 1965. Tulisan-tulisan dalam bagian ini juga memberikan gambaran tentang pengetahuan para leluhur Rote yang sangat berharga, walaupun memang tidak jarang dianggap mistis. Kelompok ketiga, the christian oral canon, membahas tentang pengaruh kekristenan terhadap bahasa ritual. Dengan masuknya kekristenan sejak awal abad 18, bahasa Rote mulai dipengaruhi oleh bahasa Melayu, khususnya menggunakan Alkitab dalam bahasa Melayu. Komposisi bahasa ritual Rote pun dimanfaatkan sebagai jembatan saat menyampaikan khotbah-khotbah dalam ibadah. Bagaimana pembentukan konvensi lisan dalam tuturan paralel sebagai bagian dari khotbah pun dibahas dalam bagian ketiga ini.
Prof. Fox mengakhiri karyanya ini dengan sebuah tulisan yang menceritakan upaya penelitiannya yang hingga kini belum berakhir. Jika selama bertahun-tahun karier akademiknya, ia hanya memfokuskan kajian berdasarkan sumber data dari hanya satu wilayah, yaitu Termanu, Tahun 2006, Prof. Fox memulai usaha penjelajahan barunya untuk mengkaji bahasa ritual dari berbagai wilayah di Rote. Para manahelo hebat dari Rote Timur hingga Barat pun dilibatkan dalam pembuatan rekaman dan dokumentasi data syair. Hingga Tahun 2013, sebanyak 27 manahelo dari 10 wilayah di Rote telah dilibatkan dalam proyek tersebut. Tujuan utama dari riset terakhir ini adalah untuk membangun korpus bahasa ritual yang memiliki cakupan yang luas dan beraneka ragam dari berbagai dialek bahasa Rote yang berbeda. Prof. Fox berargumentasi bahwa kosentrasinya terhadap bahasa ritual dari wilayah Termanu memiliki keuntungan tersendiri, yaitu mengantarkannya pada pemahaman yang sangat komprehensif tentang komposisi parallel bahasa ritual di wilayah tersebut. Namun pada saat yang sama, hal tersebut justeru membuatnya mempunyai pemahaman yang sangat minim terhadap bahasa ritual di wlayah lainnya. Padahal, Rote memiliki mata rantai dialek yang cukup bervariasi. Variasi bahasa ini ternyata tidak hanya terlihat secara linguistic, tapi juga perbedaan semantik yang siknifikan. Dengan menggunakan bahasa ritual, Prof. Fox membuat pembagian kelompok dialek Rote ke dalam enam kelompok. Pada dasarnya, perbedaan variasi bahasa ini mencerminkan dimanika sosial dan politik di wilayah Rote yang berlangsung hingga sekarang. Tulisan terakhir dalam buku ini bukanlah sebuah kesimpulan dari karya-karya Prof. Fox, melainkan menampilkan perkembagan kajian terhadap bahasa ritual Rote, dan arahnya di masa yang akan datang dalam rangka studi komparatif tentang paralelisme semantik dalam ilmu Antropologi secara umum.


Leiden, 11 Oktober 2014
Jermy I. Balukh


download

http://press.anu.edu.au/titles/explorations-in-semantic-parallelism/

No comments:

Post a Comment