Menjelajahi
Paralelisme Semantik Rote
dalam Karya Prof. James J.
Fox
Satu
lagi karya Prof. James J. Fox yang cukup spektakuler tentang bahasa dan budaya
Rote, yaitu buku berjudul Explorations in
Semantic Parallelism. Buku yang baru saja diterbitkan oleh The Australian
National University, Australia pada bulan Juli 2014 ini memuat seluruh
hasil karya Prof. Fox yang bertemakan paralelisme semantik dalam bahasa ritual Rote. Sebanyak 14 makalah akademik khusus tentang paralelisme semantik Rote,
yang pernah diterbitkan oleh berbagai penerbit internasional, dikompilasi dalam
buku ini. Penjelajahan Prof. Fox tentang paralelisme semantik sepanjang karier
akademiknya di bidang Antropologi Budaya selama 40 tahun ditampilkan dalam buku
ini. Tidak hanya itu, beberapa artikel lain yang di dalamnya menyinggung
karakteristik budaya Rote melalui bahasa sastra ini pun disertakan. Di akhir
dari buku setebal lebih dari 400 halaman ini, Prof. Fox menguraikan aktivitas
riset terbarunya mengenai syair-syair dari berbagai daerah di Rote.
Karya-karya yang
secara khusus membahas paralelisme semantik dalam
bahasa ritual Rote adalah sebagai berikut (diurut berdasarkan tahun terbit).
1971 ‘Semantic
parallelism in Rotinese ritual language’
1974 ‘Our ancestors spoke in pairs”:
Rotinese views of language, dialect and code’
1975 ‘On binary categories and primary
symbols: some Rotinese perspectives’
1977 ‘Roman Jakobson
and the comparative study of parallelism’
1997 ‘Genealogies of the sun and moon: interpreting the canon of Rotinese ritual
chants’,
1982 ‘The Rotinese
Chotbah as a linguistic performance’,
1983 ‘Adam and Eve on the island of
Roti: a conflation of oral and written traditions’
1988 ‘“Manu Kama’s road, Tepa Nilu’s
path”: theme, narrative and formula in Rotinese
1989 ‘To the aroma of the name: the
celebration of a Rotinese ritual of rock and tree’
1989 ‘Category and complement: binary ideologies and the organization of
dualism in eastern Indonesia’,
2003 ‘Admonitions of the ancestors: giving voice to the deceased in Rotinese
mortuary rituals’,
2006 ‘Genealogy and topogeny: Towards an ethnography of Rotinese ritual
place names’.
2008 ‘Blutrote Hirse. Eine locale Ursprungserzählung von der Insel Roti’ (Blood-red millet: an origin narrative’),
2010 ‘Exploring oral formulaic
language: a five poet analysis’
Selain karya-karya khusus di atas, Prof.
Fox juga menghadirkan satu tulisan baru yang menguraikan bahasa ritual Rote
yang digunakan dalam ibadah-ibadah Kristen, yaitu The appropriation of Biblical knowledge in the creation of new narratives
of origin.
Karya lain yang mengulas
teori paralelisme semantik dengan sajian data-data menarik dari Rote dalam
artikelnya berjudul, Roman
Jacobson and the comparative study of parallelism (1977) juga dimuat dalam bagian awal buku ini. Untuk memberi
pemahaman yang lebih komprehensif dan mutakhir tentang perkembangan konsep paralelisme
semantik dalam karya-karyanya, Prof. Fox merangkumnya dalam satu bagian yang
diberi judul Trajectories in the
continuing study of parallelism. Kegiatan riset terhadap kekhasan bahasa
ritual Rote ternyata belum seluruhnya terungkap dalam karya-karya di atas. Hal
ini dijelaskan dalam bagian akhir yang berjudul Present and future research.
Karya-karya dalam buku ini sekaligus memetakan tidak hanya perkembangan kajian
antropologis tentang Rote, tapi juga hasil pemikirannya tentang teori
paralelisme pada umumnya, dan tradisi Rote pada khususnya.
Sepintas, buku ini berisi tulisan-tulisan
yang tidak asing lagi bagi pecinta bahasa dan budaya, khususnya Rote, yang nota bene sering mengikuti perkembangan
kajian antropologis tentang Rote. Namun, kompilasi tulisan ini seakan merupakan
sebuah pertanda bahwa budaya Rote melalui bahasa ritualnya telah memiliki
pengaruh dalam dunia akademis sejak lama. Jika artikel-artikel tersebut selama
ini diperoleh atau dibaca dalam karya terbitan yang terpisah, kini semuanya ada
di tangan pembaca dalam satu buku saja. Kekhasan bahasa ritual Rote yang sering
diperoleh dan dipahami secara terpotong-potong, kini dengan mudah ditarik
benang merah dari satu tulisan ke tulisan lainnya. Keterkaitan
antara tulisan-tulisan itu pun dengan mudah bisa dilacak.
Agar
dengan mudah mengikuti dan memahami isi buku tersebut, Prof. Fox membaginya
menjadi tiga kelompok besar. Kelompok
pertama, comparative issues,
memuat delapan tulisan yang menguraikan berbagai hal secara umum mengenai
paralelisme, yang didahului dengan uraian tentang teori paralelisme semantik
cetusan Roman Jacobson. Kemudian, diikuti oleh bagian yang memuat rangkumannya
mengenai studi paralelisme yang berkembang hingga saat ini, sekaligus
memperlihatkan kajian mutakhir tentang studi perbandingan paralelisme.
Selanjutnya, lima tulisan lainnya membahas secara khusus hal-ikhwal paralelisme
semantik bahasa ritual Rote dalam berbagai bentuk dan makna yang sangat
fundamental, baik dalam konteks sosial, linguistik, maupun historis. Kelompok kedua, traditional oral canon, menampilkan enam tulisan yang menguraikan
tentang konvensi atau aturan-aturan lisan dalam tradisi Rote yang ditemukan
hanya dalam bahasa ritual. Inilah kekayaan budaya Rote yang menggelitik hati
Prof. Fox hingga menghabiskan waktunya selama beberapa dekade sejak 1965.
Tulisan-tulisan dalam bagian ini juga memberikan gambaran tentang pengetahuan
para leluhur Rote yang sangat berharga, walaupun memang tidak jarang dianggap
mistis. Kelompok ketiga,
the christian oral canon, membahas
tentang pengaruh kekristenan terhadap bahasa ritual. Dengan masuknya
kekristenan sejak awal abad 18, bahasa Rote mulai dipengaruhi oleh bahasa
Melayu, khususnya menggunakan Alkitab dalam bahasa Melayu. Komposisi bahasa
ritual Rote pun dimanfaatkan sebagai jembatan saat menyampaikan khotbah-khotbah
dalam ibadah. Bagaimana pembentukan konvensi lisan dalam tuturan paralel
sebagai bagian dari khotbah pun dibahas dalam bagian ketiga ini.
Prof. Fox mengakhiri karyanya ini dengan
sebuah tulisan yang menceritakan upaya penelitiannya yang hingga kini belum
berakhir. Jika selama bertahun-tahun karier akademiknya, ia hanya memfokuskan
kajian berdasarkan sumber data dari hanya satu wilayah, yaitu Termanu, Tahun
2006, Prof. Fox memulai usaha penjelajahan barunya untuk mengkaji bahasa ritual
dari berbagai wilayah di Rote. Para manahelo
hebat dari Rote Timur hingga Barat pun dilibatkan dalam pembuatan rekaman dan
dokumentasi data syair. Hingga Tahun 2013, sebanyak 27 manahelo dari 10 wilayah di Rote telah dilibatkan dalam proyek
tersebut. Tujuan utama dari riset terakhir ini adalah untuk membangun korpus
bahasa ritual yang memiliki cakupan yang luas dan beraneka ragam dari berbagai
dialek bahasa Rote yang berbeda. Prof. Fox berargumentasi bahwa kosentrasinya
terhadap bahasa ritual dari wilayah Termanu memiliki keuntungan tersendiri,
yaitu mengantarkannya pada pemahaman yang sangat komprehensif tentang komposisi
parallel bahasa ritual di wilayah tersebut. Namun pada saat yang sama, hal
tersebut justeru membuatnya mempunyai pemahaman yang sangat minim terhadap
bahasa ritual di wlayah lainnya. Padahal, Rote memiliki mata rantai dialek yang
cukup bervariasi. Variasi bahasa ini ternyata tidak hanya terlihat secara
linguistic, tapi juga perbedaan semantik yang siknifikan. Dengan menggunakan
bahasa ritual, Prof. Fox membuat pembagian kelompok dialek Rote ke dalam enam
kelompok. Pada dasarnya, perbedaan variasi bahasa ini mencerminkan dimanika
sosial dan politik di wilayah Rote yang berlangsung hingga sekarang. Tulisan
terakhir dalam buku ini bukanlah sebuah kesimpulan dari karya-karya Prof. Fox,
melainkan menampilkan perkembagan kajian terhadap bahasa ritual Rote, dan
arahnya di masa yang akan datang dalam rangka studi komparatif tentang
paralelisme semantik dalam ilmu Antropologi secara umum.
Leiden, 11 Oktober 2014
Jermy I. Balukh
download
http://press.anu.edu.au/titles/explorations-in-semantic-parallelism/
No comments:
Post a Comment